Dititipkan ke pembantu khawatir salah didik maka tak sedikit orang bau tanah yang kemudian menitipkan anak-anaknya kepada orang bau tanah atau mertua.
Sekilas memang orang bau tanah yang dititipi anak tidaklah keberatan lantaran setiap kakek dan nenek niscaya bahagia bersama cucu-cucunya.
Akan tetapi faktanya tidaklah selalu demikian apalagi tingkah bawah umur balita seringkali membutuhkan upaya lebih untuk menjaganya.
Malah sebagai orangtua anda akan menerima dosa bila menitipkan anak kepada orangtua. Berikut pandangan islam mengenai tindakan menitipkan anak kepada orang tua
Hukum Menitipkan Anak Kepada Orangtua
Menitipkan anak kepada orang bau tanah bukanlah tindakan yang sempurna apalagi mengasuh dan menjaga cucu, bukanlah pekerjaan ringan maka bila hal ini dilakukan justru menjadi kezaliman kepada orang tua.
Apakah bijak membebani orang bau tanah yang sudah uzur dengan tanggung jawab yang membutuhkan kekuatan fisik dan mental menyerupai itu?
Orang bau tanah yang sudah sepuh sudah seharusnya diperlakukan dengan baik dan lemah lembut.Sebagaimana yang dipesankan Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kau jangan menyembah selain dia dan hendaklah kau berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. bila salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya hingga berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kau menyampaikan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kau membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. al-Israa’: 23)
Ayat ini menegaskan bahwa orang bau tanah yang sudah berusia lanjut memerlukan perlakuan khusus, berkata-kata pun harus berhati-hati semoga tidak melukai perasaan mereka.
Orangtua yang Lanjut Usia Fisiknya Tidak Bagus
Orang lanjut usia pastinya mengalami banyak sekali perubahan mulai dari fisik hingga psikologi. Ada kalanya perubahan tersebut menjadikan mereka lebih sensitif dan gampang tersinggung.
Tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak semestinya ada pada pundak orang tuanya, bukan kakek dan neneknya ataupun guru-guru di sekolah. Inilah yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Kalian semua ialah pemimpin dan kalian akan ditanya perihal kepemimpinan kalian. Pemimpin diantara insan dia akan ditanya perihal kepemimpinannya. Laki-laki ialah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan ditanya perihal kepemimpinannya. Istri ialah pemimpin dalam rumah tangga serta bawah umur suaminya dan dia akan ditanya perihal mereka. Budak ialah pemimpin bagi harta tuannya dan dia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah bahwa kalian ialah pemimpin dan kalian akan ditanya perihal kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan pemimpin dalam hadits ini ialah orang yang dipercaya untuk mengurus apa yang dibawah kepemimpinannya dan juga akan melaksanakan hal-hal yang baik bagi yang dipimpinnya.
Jika ia lalai menjalankan kepercayaan itu maka ia akan bertanggung jawab terhadap kelalaiannya. Begitu juga anak-anak, pada hakikatnya dia ialah amanah yang Allah percayakan kepada setiap orang tua.
Jika orang bau tanah melalaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya yang mengakibatkan terjadinya hal-hal yang kurang baik terhadap anaknya.
Maka orang tualah yang akan dimintai pertanggung tanggapan apalagi bila alasan melalaikan tanggung jawab tersebut hanya lantaran ingin mengejar karir atau ambisi pribadi.
Pentingnya Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Anak
Digambarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Bapak dan ibunyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Kristen dan Majusi.” (HR. Bukhari)
Hadits nabi ini menggambarkan besarnya tugas kedua orang bau tanah dalam mengarahkan anak, bukan saja baik atau buruknya agama anak tapi juga sanggup menjadikan anak pindah agama.
Memang biasanya nenek atau kakek pastilah bahagia dengan cucu-cucunya tapi bila sudah menitipkan sepanjang hari, setiap hari, setiap ahad maka ini namanya bukan lagi menyenangkan tapi sudah membebani, merepotkan, dan menyusahkan.
Oleh lantaran itu setiap orang bau tanah hendaknya kembali memikirkan apa motifnya menitipkan bawah umur kepada kakek atau neneknya alasannya bila hingga menyusahkan maka orang bau tanah sanggup terkena dua kesalahan:
- Kesalahan lantaran mengabaikan kewajiban mendidik anak
- Kesalahan menganiaya orang bau tanah (mertua)
Sehingga tidak menyusahkan bahkan menciptakan bahagia hati kakek dan neneknya maka tentu saja hal ini sanggup menjadi amal shalih lantaran bab dari menyenangkan orang tua.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang kakek juga mempunyai banyak momen kebersamaan dengan cucu-cucunya khususnya Hasan dan Husain putra dari Fatimah binti Muhammad dan Ali bin Abi Thalib bahkan momen-momen yang serius pun dia tidak kuasa menahan dirinya untuk menggendong cucu-cucunya.
Diriwayatkan dari Buraidah radhiyallahu ‘anha ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, datanglah Hasan dan Husain dengan berlari.
Sebelum hingga di hadapan Sang Nabi, kedua cucu dia itu terjatuh. Beliau pun menghentikan khutbahnya, mendatangi, dan menggendong, kemudian meletakkan kedua cucunya di samping dia berkhutbah. Kemudian dia bersabda:
“Aku melihat kedua anak ini berjalan dan terjatuh” lanjut dia “Dan saya tak sanggup bersabar hingga saya memotong khutbahku dan mengangkat mereka.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban)
Keakraban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cucunya juga tampak dari hadits Salamah bin Al Akwa yang ketika itu menuntun tunggangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki tunggangannya itu bersama kedua cucunya Hasan dan Husain. Satu duduk di depan dan satunya lagi duduk di belakang beliau.
Bahkan senangnya hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama cucunya juga sanggup dilihat dari kebersamaannya bersama cucu angkatnya Usamah bin Zaid yang merupakan putra dari anak angkatnya Zaid bin Haritsah.
Usamah dikala itu digendong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Hasan dan dia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ya Allah, cintailah keduanya. Sesungguhnya saya menyayangi mereka berdua.”
Dalam riwayat lain, Imam Bukhari mencatat cucu angkatnya yang berjulukan Usamah bin Zaid pernah dipangku di salah satu paha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian Hasan yang tiba belakangan dipangku di paha dia yang lain.
Sembari memeluk keduanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ya Allah, sayangilah keduanya. Sesungguhnya saya menyayangi mereka berdua.”
Sumber: beranihijrah.org
Bagi pasangan suami istri yang bekerja, pengasuhan anak menjadi salah satu hal yang cukup membingungkan. Apalagi bila kedua-duanya bekerja dari pagi hingga malam, berangkat gelap pulang gelap.
Dititipkan ke pembantu khawatir salah didik maka tak sedikit orang bau tanah yang kemudian menitipkan anak-anaknya kepada orang bau tanah atau mertua.
Sekilas memang orang bau tanah yang dititipi anak tidaklah keberatan lantaran setiap kakek dan nenek niscaya bahagia bersama cucu-cucunya.
Akan tetapi faktanya tidaklah selalu demikian apalagi tingkah bawah umur balita seringkali membutuhkan upaya lebih untuk menjaganya.
Malah sebagai orangtua anda akan menerima dosa bila menitipkan anak kepada orangtua. Berikut pandangan islam mengenai tindakan menitipkan anak kepada orang tua
Hukum Menitipkan Anak Kepada Orangtua
Menitipkan anak kepada orang bau tanah bukanlah tindakan yang sempurna apalagi mengasuh dan menjaga cucu, bukanlah pekerjaan ringan maka bila hal ini dilakukan justru menjadi kezaliman kepada orang tua.
Apakah bijak membebani orang bau tanah yang sudah uzur dengan tanggung jawab yang membutuhkan kekuatan fisik dan mental menyerupai itu?
Orang bau tanah yang sudah sepuh sudah seharusnya diperlakukan dengan baik dan lemah lembut.Sebagaimana yang dipesankan Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kau jangan menyembah selain dia dan hendaklah kau berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. bila salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya hingga berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kau menyampaikan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kau membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. al-Israa’: 23)
Ayat ini menegaskan bahwa orang bau tanah yang sudah berusia lanjut memerlukan perlakuan khusus, berkata-kata pun harus berhati-hati semoga tidak melukai perasaan mereka.
Orangtua yang Lanjut Usia Fisiknya Tidak Bagus
Orang lanjut usia pastinya mengalami banyak sekali perubahan mulai dari fisik hingga psikologi. Ada kalanya perubahan tersebut menjadikan mereka lebih sensitif dan gampang tersinggung.
Tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak semestinya ada pada pundak orang tuanya, bukan kakek dan neneknya ataupun guru-guru di sekolah. Inilah yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Kalian semua ialah pemimpin dan kalian akan ditanya perihal kepemimpinan kalian. Pemimpin diantara insan dia akan ditanya perihal kepemimpinannya. Laki-laki ialah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan ditanya perihal kepemimpinannya. Istri ialah pemimpin dalam rumah tangga serta bawah umur suaminya dan dia akan ditanya perihal mereka. Budak ialah pemimpin bagi harta tuannya dan dia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah bahwa kalian ialah pemimpin dan kalian akan ditanya perihal kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan pemimpin dalam hadits ini ialah orang yang dipercaya untuk mengurus apa yang dibawah kepemimpinannya dan juga akan melaksanakan hal-hal yang baik bagi yang dipimpinnya.
Jika ia lalai menjalankan kepercayaan itu maka ia akan bertanggung jawab terhadap kelalaiannya. Begitu juga anak-anak, pada hakikatnya dia ialah amanah yang Allah percayakan kepada setiap orang tua.
Jika orang bau tanah melalaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya yang mengakibatkan terjadinya hal-hal yang kurang baik terhadap anaknya.
Maka orang tualah yang akan dimintai pertanggung tanggapan apalagi bila alasan melalaikan tanggung jawab tersebut hanya lantaran ingin mengejar karir atau ambisi pribadi.
Pentingnya Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Anak
Digambarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Bapak dan ibunyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Kristen dan Majusi.” (HR. Bukhari)
Hadits nabi ini menggambarkan besarnya tugas kedua orang bau tanah dalam mengarahkan anak, bukan saja baik atau buruknya agama anak tapi juga sanggup menjadikan anak pindah agama.
Memang biasanya nenek atau kakek pastilah bahagia dengan cucu-cucunya tapi bila sudah menitipkan sepanjang hari, setiap hari, setiap ahad maka ini namanya bukan lagi menyenangkan tapi sudah membebani, merepotkan, dan menyusahkan.
Oleh lantaran itu setiap orang bau tanah hendaknya kembali memikirkan apa motifnya menitipkan bawah umur kepada kakek atau neneknya alasannya bila hingga menyusahkan maka orang bau tanah sanggup terkena dua kesalahan:
Sehingga tidak menyusahkan bahkan menciptakan bahagia hati kakek dan neneknya maka tentu saja hal ini sanggup menjadi amal shalih lantaran bab dari menyenangkan orang tua.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang kakek juga mempunyai banyak momen kebersamaan dengan cucu-cucunya khususnya Hasan dan Husain putra dari Fatimah binti Muhammad dan Ali bin Abi Thalib bahkan momen-momen yang serius pun dia tidak kuasa menahan dirinya untuk menggendong cucu-cucunya.
Diriwayatkan dari Buraidah radhiyallahu ‘anha ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, datanglah Hasan dan Husain dengan berlari.
Sebelum hingga di hadapan Sang Nabi, kedua cucu dia itu terjatuh. Beliau pun menghentikan khutbahnya, mendatangi, dan menggendong, kemudian meletakkan kedua cucunya di samping dia berkhutbah. Kemudian dia bersabda:
“Aku melihat kedua anak ini berjalan dan terjatuh” lanjut dia “Dan saya tak sanggup bersabar hingga saya memotong khutbahku dan mengangkat mereka.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban)
Keakraban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cucunya juga tampak dari hadits Salamah bin Al Akwa yang ketika itu menuntun tunggangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki tunggangannya itu bersama kedua cucunya Hasan dan Husain. Satu duduk di depan dan satunya lagi duduk di belakang beliau.
Bahkan senangnya hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama cucunya juga sanggup dilihat dari kebersamaannya bersama cucu angkatnya Usamah bin Zaid yang merupakan putra dari anak angkatnya Zaid bin Haritsah.
Usamah dikala itu digendong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Hasan dan dia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ya Allah, cintailah keduanya. Sesungguhnya saya menyayangi mereka berdua.”
Dalam riwayat lain, Imam Bukhari mencatat cucu angkatnya yang berjulukan Usamah bin Zaid pernah dipangku di salah satu paha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian Hasan yang tiba belakangan dipangku di paha dia yang lain.
Sembari memeluk keduanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ya Allah, sayangilah keduanya. Sesungguhnya saya menyayangi mereka berdua.”
Sumber: beranihijrah.org
Dititipkan ke pembantu khawatir salah didik maka tak sedikit orang bau tanah yang kemudian menitipkan anak-anaknya kepada orang bau tanah atau mertua.
Sekilas memang orang bau tanah yang dititipi anak tidaklah keberatan lantaran setiap kakek dan nenek niscaya bahagia bersama cucu-cucunya.
Akan tetapi faktanya tidaklah selalu demikian apalagi tingkah bawah umur balita seringkali membutuhkan upaya lebih untuk menjaganya.
Malah sebagai orangtua anda akan menerima dosa bila menitipkan anak kepada orangtua. Berikut pandangan islam mengenai tindakan menitipkan anak kepada orang tua
Hukum Menitipkan Anak Kepada Orangtua
Menitipkan anak kepada orang bau tanah bukanlah tindakan yang sempurna apalagi mengasuh dan menjaga cucu, bukanlah pekerjaan ringan maka bila hal ini dilakukan justru menjadi kezaliman kepada orang tua.
Apakah bijak membebani orang bau tanah yang sudah uzur dengan tanggung jawab yang membutuhkan kekuatan fisik dan mental menyerupai itu?
Orang bau tanah yang sudah sepuh sudah seharusnya diperlakukan dengan baik dan lemah lembut.Sebagaimana yang dipesankan Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kau jangan menyembah selain dia dan hendaklah kau berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. bila salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya hingga berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kau menyampaikan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kau membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. al-Israa’: 23)
Ayat ini menegaskan bahwa orang bau tanah yang sudah berusia lanjut memerlukan perlakuan khusus, berkata-kata pun harus berhati-hati semoga tidak melukai perasaan mereka.
Orangtua yang Lanjut Usia Fisiknya Tidak Bagus
Orang lanjut usia pastinya mengalami banyak sekali perubahan mulai dari fisik hingga psikologi. Ada kalanya perubahan tersebut menjadikan mereka lebih sensitif dan gampang tersinggung.
Tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak semestinya ada pada pundak orang tuanya, bukan kakek dan neneknya ataupun guru-guru di sekolah. Inilah yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Kalian semua ialah pemimpin dan kalian akan ditanya perihal kepemimpinan kalian. Pemimpin diantara insan dia akan ditanya perihal kepemimpinannya. Laki-laki ialah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan ditanya perihal kepemimpinannya. Istri ialah pemimpin dalam rumah tangga serta bawah umur suaminya dan dia akan ditanya perihal mereka. Budak ialah pemimpin bagi harta tuannya dan dia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah bahwa kalian ialah pemimpin dan kalian akan ditanya perihal kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan pemimpin dalam hadits ini ialah orang yang dipercaya untuk mengurus apa yang dibawah kepemimpinannya dan juga akan melaksanakan hal-hal yang baik bagi yang dipimpinnya.
Jika ia lalai menjalankan kepercayaan itu maka ia akan bertanggung jawab terhadap kelalaiannya. Begitu juga anak-anak, pada hakikatnya dia ialah amanah yang Allah percayakan kepada setiap orang tua.
Jika orang bau tanah melalaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya yang mengakibatkan terjadinya hal-hal yang kurang baik terhadap anaknya.
Maka orang tualah yang akan dimintai pertanggung tanggapan apalagi bila alasan melalaikan tanggung jawab tersebut hanya lantaran ingin mengejar karir atau ambisi pribadi.
Pentingnya Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Anak
Digambarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Bapak dan ibunyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Kristen dan Majusi.” (HR. Bukhari)
Hadits nabi ini menggambarkan besarnya tugas kedua orang bau tanah dalam mengarahkan anak, bukan saja baik atau buruknya agama anak tapi juga sanggup menjadikan anak pindah agama.
Memang biasanya nenek atau kakek pastilah bahagia dengan cucu-cucunya tapi bila sudah menitipkan sepanjang hari, setiap hari, setiap ahad maka ini namanya bukan lagi menyenangkan tapi sudah membebani, merepotkan, dan menyusahkan.
Oleh lantaran itu setiap orang bau tanah hendaknya kembali memikirkan apa motifnya menitipkan bawah umur kepada kakek atau neneknya alasannya bila hingga menyusahkan maka orang bau tanah sanggup terkena dua kesalahan:
- Kesalahan lantaran mengabaikan kewajiban mendidik anak
- Kesalahan menganiaya orang bau tanah (mertua)
Sehingga tidak menyusahkan bahkan menciptakan bahagia hati kakek dan neneknya maka tentu saja hal ini sanggup menjadi amal shalih lantaran bab dari menyenangkan orang tua.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang kakek juga mempunyai banyak momen kebersamaan dengan cucu-cucunya khususnya Hasan dan Husain putra dari Fatimah binti Muhammad dan Ali bin Abi Thalib bahkan momen-momen yang serius pun dia tidak kuasa menahan dirinya untuk menggendong cucu-cucunya.
Diriwayatkan dari Buraidah radhiyallahu ‘anha ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, datanglah Hasan dan Husain dengan berlari.
Sebelum hingga di hadapan Sang Nabi, kedua cucu dia itu terjatuh. Beliau pun menghentikan khutbahnya, mendatangi, dan menggendong, kemudian meletakkan kedua cucunya di samping dia berkhutbah. Kemudian dia bersabda:
“Aku melihat kedua anak ini berjalan dan terjatuh” lanjut dia “Dan saya tak sanggup bersabar hingga saya memotong khutbahku dan mengangkat mereka.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban)
Keakraban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cucunya juga tampak dari hadits Salamah bin Al Akwa yang ketika itu menuntun tunggangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki tunggangannya itu bersama kedua cucunya Hasan dan Husain. Satu duduk di depan dan satunya lagi duduk di belakang beliau.
Bahkan senangnya hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama cucunya juga sanggup dilihat dari kebersamaannya bersama cucu angkatnya Usamah bin Zaid yang merupakan putra dari anak angkatnya Zaid bin Haritsah.
Usamah dikala itu digendong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Hasan dan dia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ya Allah, cintailah keduanya. Sesungguhnya saya menyayangi mereka berdua.”
Dalam riwayat lain, Imam Bukhari mencatat cucu angkatnya yang berjulukan Usamah bin Zaid pernah dipangku di salah satu paha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian Hasan yang tiba belakangan dipangku di paha dia yang lain.
Sembari memeluk keduanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ya Allah, sayangilah keduanya. Sesungguhnya saya menyayangi mereka berdua.”
Sumber: beranihijrah.org
Labels:
alquran,
hukum islam,
Renugan Islam
Thanks for reading Islam Pun Melarangnya, Menitipkan Anak Kepada Orang Renta Itu Dosa. Please share...!
0 Comment for "Islam Pun Melarangnya, Menitipkan Anak Kepada Orang Renta Itu Dosa"